Rabu, 26 Januari 2011

JERMAN

Abad ke-20 membawa perombakan yang tiada tara. Bekas yang dalam ditinggalkan oleh tiga konflik global – kedua perang dunia dan Perang Dingin – dalam kehidupan negara-negara dan bangsa-bangsa. Hal itu khususnya berlaku untuk Jerman yang letaknya di jantung Eropa. Di satu pihak, karena Jerman sendiri bertanggung jawab atas peristiwa, seperti pecahnya kedua perang dunia. Di pihak lain, karena Jerman dipengaruhi dengan sangat kuat oleh dampak perkembangan yang berlangsung, seperti Perang Dingin dan awal keruntuhan tata dunia bipolar pada akhir tahun 1980-an. Pada saat hancurnya tata dunia pascaperang, orang Jerman menghadapi situasi yang sama sekali baru di bidang politik dalam dan luar negeri. Dalam hal ini bangsa Jerman mendapat keuntungan dari dinamika politik yang berakhir dengan peleburan Uni Sovyet pada tahun 1991. Sebab perkembangan tersebut membawa penyatuan kembali kedua negara parsial Jerman pada tahun 1990, dan dengan demikian juga kedaulatan sepenuhnya yang telah kehilangan sejak hampir setengah abad.

Dengan memberi persetujuan terhadap persatuan Jerman, negara-negara bekas korban dan musuh tidak hanya menghargai proses penjernihan yang telah dilalui Jerman selama empat dasawarsa, mereka pun mengungkapkan harapan agar karya pembangunan dan integrasi rakyat Jerman dalam kurun waktu tersebut merupakan jembatan yang kokoh menuju masa depan. Berhasilnya reorientasi itu disebabkan juga oleh politik luar negeri Jerman yang telah berkembang dan dimantapkan sejak pendirian Republik Federal Jerman tahun 1949. Usaha mencari konsensus luas di bidang politik luar negeri sambil mempertahankan kontinuitas dalam pokok tertentu merupakan ciri menonjol dari budaya politik. Sejak masa jabatan Konrad Adenauer, Kanselir Federal pertama (1949-1963), di antara pokok tersebut termasuk kemitraan trans-Atlantik dan integrasi Eropa, keinginan memelihara hubungan baik dengan negara tetangga, – khususnya dengan Perancis, hal yang sudah diupayakan oleh politik luar negeri Jerman sejak awal dasawarsa lima puluhan – begitu juga proses rekonsiliasi dengan Israel yang sukar itu, proses yang sudah dimulai sejak dini.

Hal-hal tersebut kedengaran sangat biasa, akan tetapi mengingat kebijakan politik Jerman dan perang yang dilancarkannya pada paruh pertama abad ke-20, lagi pula dengan adanya konstelasi beku dalam Perang Dingin, tantangannya memang besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar